Shalat Dalam Keadaan Darurat
Ibadah shalat merupakan ibadah yang
tidak dapat ditinggalkan walau dalam keadaanapapun. Hal ini berbeda dengan
ibadah-ibadah yang lain seperti puasa, zakat dan haji.Jika seseorang sedang
sakit pada bulan ramadhan dan tidak mampu untuk berpuasa, makaia boleh tidak
berpuasa dan harus menggantinya pada hari lain. Orang yang tidak mampumembayar
zakat ia tidak wajib membayar zakat. Demikian pula halnya dengan ibadahhaji,
bila seseorang tidak mampu maka tidak ada kewjiban baginya.Shalat adalah ibadah
yang wajib dilaksanakan bagi setiap muslim selama masih memilikiakal dan
ingatannya masih normal. Kewajiban tersebut harus dilakukan tepat padawaktunya
Halangan untuk tidak mengerjakan shalat
hanya ada tiga macam, yaitu hilangakal seperti gila atau tidak sadar, karena
tidur dan lupa (namun demikian ada kewajibanmengqadha di waktu lain).Betapa
pentingnya ibadah shalat ini, Rasulullah pernah bersabda :“Urusan yang
memisahkan antara kita (orang-orang Islam) dengan mereka (orang-orangkafir)
adalah shalat. Oleh sebab itu siapa yang meninggalkan shalat, sungguh ia
telahmenjadi kafir.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Shalat Dalam
Keadaan Sakit
Orang yang sedang sakit harus tetap
melakukan shalat lima waktu, selama akal atauingatannya masih tetap normal.
Cara melaksanakannya sesuai dengan kemampuan orangyang sakit tersebut. Jika ia
tidak mampu shalat dengan berdiri, maka ia boleh shalatdengan duduk. Jika ia
tidak mampu dengan duduk, boleh shalat dengan berbaring kesebelah kanan
menghadap kiblat. Jika ia tidak mampu berbaring boleh shalat denganterlentang
dan isyarat.Yang termasuk dalam arti tidak mampu adalah apabila ia mendapatkan
kesulitan dalam berdiri atau duduk, atau sakitnya akan bertambah apabila
ia berdiri atau ia takut bahaya.Hal ini dijelaskan dalam hadits sebagai berikut
:Dari Ali bin Abu Thalib ra. telah berkata Rasulullah SAW tentang shalat orang
sakit :“Jika kuasa seseorang shalatlah dengan berdiri, jika tidak kuasa
shalatlah sambil duduk.Jika ia tidak mampu sujud maka isyarat saja dengan
kepalanya, tetapi hendaklah sujudlebih rendah daripada ruku;nya. Jika ia tidak
kuasa shalat sambil duduk, shalatlah iadengan berbaring ke sebelah kanan
menghadap kiblat. Jika tidak kuasa juga makashalatlah dengan terlentang, kedua
kakinya ke arah kiblat.” (HR. Ad-Daruquthni).
Adapun
cara bersuci bagi orang yang sakit adalah:
1. Orang yang sakit harus bersuci dengan
air, wudhu dan hadats kecil dan mandi dari hadats besar.
2. Jika tidak sanggup bersuci dengan
menggunakan air karena kondisinya yang memang lemah atau karena khawatir
sakitnya bertambah parah atau menunda kesembuhannya, maka dia boleh
bertayammum.
3. Adapun cara bertayammum: Telapak
tangan ditempelkan di debu yang bersih dengan sekali tempelan, lalu
ditepis-tepiskan agar debunya tidak terlalu banyak, lalu mengusap ke seluruh wajah.
Kemudian menempelkan lagi di debu, lalu saling diusapkan tangan antara yang
satu dan lainnya.
4. Jika dia sendiri tidak bisa wudhu
atau tayammum, maka orang lain bisa mewudhukan atau menayammuminya.
5. Jika di sebagian anggota thaharah
terdapat luka, maka dia tetap harus membasuhinya dengan air. Namun jika terkena
air, luka itu bertambah parah, maka tangannya cukup dibasahi air, lalu
diusapkan di permukaan luka sekedarnya saja. Jika ini pun tidak memungkinkan,
maka dia bisa bertayammum.
6. Jika anggota thaharah ada yang patah,
lalu ditutup perban atau digips, maka dia cukup mengusapnya dengan air dan
tidak perlu bertayammum. Sebab usapan itu sudah dianggap sebagai pengganti dari
mandi.
7. Boleh mengusapkan tangan ke dinding
saat tayammum, atau ke tempat lain yang memang suci dan juga mengandung debu.
Jika dinding itu dilapisi sesuatu yang bukan dari jenis tanah, seperti dicat,
maka tidak boleh tayammum padanya, kecuali memang di situ ada unsur debunya.
8. Jika tidak memungkinkan tayammum di
tanah atau di dinding atau sesuatu yang ada debunya, maka boleh saja meletakkan
tangan di sapu tangan umpamanya, yang di atasnya ditaburi debu.
9. Jika dia tayammum untuk satu shalat,
kemudian tetap dalam keadaan suci hingga masak waktu shalat berikutnya, maka
dia bisa shalat dengan tayammum untuk shalat yang pertama. Sebab dia masih
dalam keadaan suci dan tidak ada sesuatu pun yang membatalkannya.
10. Orang yang sakit harus membersihkan
badannya dari berbagai jenis najis selagi dia sanggup untuk melakukannya. Jika
tidak bisa, maka dia bisa shalat dalam keadaan seperti apa pun, dan tidak perlu
mengulang shalatnya setelah suci.
11. Orang yang sakit harus shalat dengan
pakaian yang suci. Jika di pakaiannya ada najis, maka dia harus mencucinya atau
menggantinya dengan pakaian lain yang suci. Jika tidak memungkinkan, maka dia
bisa shalat dalam keadaan seperti apa pun, dan tidak perlu mengulang shalatnya
setelah suci.
12. Orang yang sakit harus shalat di
atas sesuatu atau di tempat yang suci. Jika tempatnya itu ada najisnya, maka
harus dicuci atau diganti dengan yang suci atau dilapisi sesuatu yang suci.
Apabila tidak memungkinkan, maka dia bisa shalat dalam keadaan seperti apa pun
dan tidak perlu mengulang shalatnya setelah suci.
13. Orang yang sakit tidak boleh
menangguhkan shalatnya dari waktunya karena alasan ketidakmampuan dalam
bersuci. Dia harus bersuci menurut kesanggupannya, kemudian shalat pada
waktunya, sekalipun di badan, pakaian atau tempatnya terdapat najis.
Adapun cara shalatnya sebagai berikut:
1. Orang yang sakit harus mendirikan shalat wajib
dalam keadaan berdiri, sekalipun agak miring atau sambil bersandar ke dinding
atau ke tongkat.
2. Jika tidak bisa berdiri, dia bisa
mendirikan shalat sambil duduk. Yang paling baik ialah duduk sambil
menyilangkan kaki kiri di bawah paha kanan di tempat ruku’ dan sujud.
3. Jika tidak bisa shalat sambil duduk,
maka dia berbaring pada lambungnya dengan menghadap ke arah kiblat. Yang paling
baik adalah pada lambung kanan. Jika tidak memungkinkan berbaring pada lambung
bagian kanan dan tidak bisa menghadap ke arah kiblat, dia bisa shalat seperti
apa pun keadaannya, dan tidak perlu mengulang shalatnya.
4. Jika tidak bisa berbaring pada
lambungnya, maka dia bisa berbaring menghadap ke atas, dan kedua kakinya
menghadap ke arah kiblat. Yang paling baik ialah sedikit mengangkat kepalanya,
agar bisa menghadap ke arah kiblat. Jika cara ini tidak memungkinkan, maka dia
bisa shalat seperti apa pun keadaannya, dan tidak perlu mengulang shalatnya.
5. Orang yang sakit harus ruku’ dan
sujud dalam shalatnya. Jika tidak sanggup, maka dia bisa menganggukkan kepala,
dan anggukan sujud lebih rendah daripada anggukan ruku’. Jika dia bisa ruku’
dan tidak bisa sujud, maka dia harus tetap ruku’, sedangkan sujud cukup dengan
menganggukkan kepala. Jika bisa sujud dan tidak bisa ruku’, maka dia harus
sujud dan menganggukan kepala tatkala ruku’.
6. Jika tidak bisa menganggukkan kepala
tatkala ruku’ dan sujud, maka dia bisa memberi isyarat dengan matanya, dengan
sedikit memejam tatkala ruku’ dan lebih banyak memejamkan mata tatkala sujud.
Sedangkan memberi isyarat dengan tangan seperti yang biasa dilakukan sebagian
orang adalah tidak benar, sebab memang tidak ada dasarnya di dalam Al-Qur’an,
Sunnah maupun pendapat para ulama.
7. Jika tidak bisa menganggukkan kepala
atau memberi isyarat dengan matanya, maka dia bisa shalat dengan hatinya. Dia
niat, bertakbir, membaca, ruku’, sujud, berdiri dan duduk dengan gerakan
hatinya.
8. Orang yang sakit harus mengerjakan
setiap shalat tepat pada waktunya dan mengerjakannya menurut kesanggupannya.
Jika kesulitan melakukan shalat tepat pada waktunya, maka dia bisa menjama’
shalat zhuhur dan ashar, maghrib dan isya’, boleh jama’ taqdim dengan
mengerjakan shalat ashar pada waktu shalat zhuhur dan shalat isya’ pada waktu
shalat maghrib, maupun jama’ ta’khir, yaitu dengan mengerjakan dua pasangan ini
pada waktu shalat yang kedua. Dia bisa memilih mana yang lebih mudah baginya.
Sedangkan shalat subuh tidak bisa dijama’.
9. Jika orang yang sakit dalam
perjalanan, karena dia hendak berobat di luar daerahnya, maka dia bisa
meng-qashar shalat yang terdiri dari empat rakaat, sehingga dia bisa shalat
zhuhur, ashar dan isya’ dengan dua rakaat, hingga kembali ke daerahnya, baik
masanya lama maupun sebentar.
Daftar Pustaka
http://www.scribd.com/doc/27619482/Shalat-Dalam-Berbagai-Keadaan